MAKALAH
Harta Benda
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Fiqh Muamalah
Dosen
Pengampu : Bapak Miftah Ahmad Fatoni
Disusun
Oleh :
Hafidz
Cahya Adiputra (122211002)
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Harta sangat
esensial bagi kehidupan manusia, karena kita tidak dapat hidup tanpa harta.
Untuk menjalani hidup, manusia harus memiliki harta yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok hidupnya. Oleh sebab itu, salah satu naluri atau kecenderungan
manusia yang paling menonjol adalah naluri untuk mencari dan memiliki harta.
Naluri ini bersifat wajar, alami dan manusiawi.
Islam sebagai
agama yang berorientasi kepada perwujudan kemaslahatan manusia dan menginginkan
mereka hidup berbahagia didunia dan diakhirat, sudah tentu tidak mencela dan
membenci harta. Sebaliknya, islam menyeru umat manusia agar giat berusaha dan
bekerja dalam rangka mencari nafkah, rejeki atau harta.
Bersamaan
dengan dorongan agar manusia giat bekerja dan berusaha mencari harta, islam
membawa norma dan aturan-aturansebagai petunjuk dan arahan tentang bagaimana
seyogyanya manusia besikap atau berperilaku dalam berhadapan dengan persoala
harta.
Mulai dari
permasalahan diatas, pemakalah akan menguraikan pesoalan-persoalan yang
dianggap penting dalam rumusan masalah kami. Agar kita dapat memahami bagaimana
harta itu dikondisikan sebagai harta yang menopang kehidupan manusia, bukan
sebagai “hamba harta”.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian
harta benda?
2.
Apa unsur-unsur
harta?
3.
Bagaimana
kedudukan harta?
4.
Apa saja
pembagian harta?
5.
Apa saja fungsi
harta?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
harta benda
Harta
dalam bahasa arab disebut al-mal yang berasal dari kata ماَلَ – يَمِيْلُ – مَيْلً yang
berarti condong, cenderung dan miring.
Sedangkan al-mal menurut istilah imam
hanafiyah ialah :
مَايَمِيْلُ إِلَيْهِ طَبْعُ الْاِنْسَانِ وَيُمْكِنُ
إِخَارُهُ إِلَى وَقْتِ الْحَاجَةِ
Artinya : sesuatu yang
digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan.[1]
Menurut Hanafiyah, harta mesti
dapat disimpan, sehingga sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak dapat disebut
harta. Menurut hanafiyah, manfaat tidak termasuk harta, tetapi manfaat termasuk
milik. Hanafiyah membedakan harta dengan milik,yaitu :
Milik adalah sesuatu yang dapat
digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain.
Harta adalah segala sesuatu yang
dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam penggunaannya, harta
bisa dicampuri oleh orang lain. Jadi menurut Hanafiyah yang dimaksud harta
hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yan).
Menurut sebagian para ulama yang
dimaksud harta ialah :
مَايَمِيْلُ إِلَيْهِ الطَّبْعُ وَيَجْرِىْ فِيْهِ الْبَذْلُ وَالْمَنْعُ
Artinya : sesuatu yang diinginkan manusia
berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau akan
menyimpannya.
Menurut sebagian ulama lainnya bahwa yang
dimaksud dengan harta ialah :
كُلُّ عَيْنٍ ذَاتِ قِيْمَةٍ مَادِّيَّةٍ مُتَدَاوِلَةٍ بَيْنَ النَّاسِ
Artinya : segala zat (‘ain) yang berharga,
bersifat materi yang berputar diantara manusia.
Sementara menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,
yang dimaksud dengan harta ialah :
1.
Nama selain manusia yang diciptakan Allah SWT
untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat dan
dikelola (tasharruf) dengan jalan ikhtiar.
2.
Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap
manusia, baik oleh seluruh manusia maupun oleh sebagian manusia.
3.
Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan
4.
Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai
nilai (harga) seperti sebiji beras dapat dimiliki oleh manusia. Dapat diambil
kegunaannya dan dapat disimpan. Tetapi sebiji beras menurut ‘urf tidak bernilai
(berharga). Maka sebiji beras tidak termasuk harta.
5.
Sesuatu yang berwujud, sedangkan sesuatu yang
tidak berwujud mekipun dapat diambil manfaatnya tidak termasuk harta.
6.
Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang
lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya ketika dibutuhkan.
Dengan dikemukakan definisi diatas, maka dapat
dipahami bahwa para ulama masih berbeda pendapat dalam menentukan definisi
harta sehingga terjadi perselisihan pendapat para ulama dalam pembagian harta.
Hasbi Ash-Shiddieqy menyebutkan bahwa harta
adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat dimiliki, dapat
diperjualbelikan dan berharga, konsekuensi logis rumusan ini ialah :
1.
Manusia bukanlah harta seklipun berwujud.
2.
Babi bukanlah harta karena babi bagi muslimin
haram untuk diperjualbelikan.
3.
Sebiji beras bukanlah harta karena sebiji
beras tidak memiliki nilai (harga) menurut ‘urf.
Hanafiyah menyatakan bahwa definisi harta
ialah sesuatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak
berwujud dan tidak dapat disimpan bukan termasuk harta, seperti hak dan
manfaat.[2]
B.
Unsur-unsur harta
Menurut para fuqaha harta bersendi pada 2 unsur yaitu unsur ‘aniyah dan
unsur ‘urf. Unsur ‘aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan
(a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara oleh manusia tidak disebut harta,
tetapi termasuk milik atau hak.
Sedangkan ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh
manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali
menginginkan manfaatnya madiyah maupun manfaat ma’nawiyah.[3]
C.
Kedudukan harta
Dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa
harta merupakan perhiasan dunia. Allah berfirman :
Artinya : Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.[4]
Artinya : Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Pada ayat diatas
dijelaskan bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama
dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan. Jadi, kebutuhan manusia
terhadap harta merupakan kebutuhan yang mendasar.
Disamping sebagai
perhiasam dan kebutuhan, harta juga berkedudukan sebagai amanat (fitnah), allah
berfirman :
Artinya
: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi
Allah-lah pahala yang besar.
Karena
harta sebagai titipan, manusia tidak memiliki harta secara mutlak sehingga
dalam pandangan tentang harta. Terdapat hak-hak orang lain dalam harta
tersebut, seperti zakat, infaq, shadaqah, dll.
Konsekuensi logis ayat-ayat alqur’an diatas ialah :
1.
Manusia bukan pemilik mutlak tetapi dibatasi oleh
hak-hak Allah SWT sehingga wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil
hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.
2.
Cara pengambilan manfaat harta mengarah kepada
kemakmuran bersama, pelaksanaannya dapat diatur oleh masyarakat melalui
wakil-wakilnya.
3.
Harta perorangan boleh digunakan untuk umum,
dengan syarat pemiliknya memperoleh imbalan yang wajar.
Disamping diperhatikannya kepentingan umum,
kepentingan pribadi juga diperhatikan. Ketentuan-ketentuan tersebut ialah :
1.
Masyarakat tidak boleh mengganggu dan
melanggar kepentingan pribadi selama tidak merugikan orang lain dan masyarakat.
2.
Karena pemilikan manfaat berhubungan dengan
hartanya, maka pemilik (manfaat) boleh memindahkan hak miliknya kepada orang
lain. Misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya, dll.
3.
Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal,
tidak terikat oleh waktu.
Berkenaan dengan harta pula, dalam alquran
dijelaskan larangan-larangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal
ini meliputi : produksi, distribusi dan konsumsi harta. Dalam hal ini ada
beberapa bentuk-bentuk larangan yaitu :
a.
Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan
akhlak manusia, berupa :
1)
Memakan harta sesama manusia dengan cara yang
batil
2)
Memakan harta dengan jalan penipuan
3)
Memakan harta dengan jalan melanggar janji dan
sumpah
4)
Memakan harta dengan jalan pencurian
b.
Perkara yang merugikan hak perorangan dan
kepentingan sebagian atau seluruh
masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
c.
Penimbunan harta dengan jalan kikir
d.
Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubadzir)
e.
Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi
barang yang terlarang seperti narkotika dan minuman keras.
Kaidah ushul menyatakan :
أَلْاَصْلُ فِى الْعُقُوْدِ وَالْمُعَامَلَةِ الصِّحَّةُ حَتَّى يَقُوْمَ
الدَّلِيْلُ عَلَى الْبُطْلَانِ وَالتَّحْرِيْمِ
Artinya : asal atau pokok dalam masalah
transaksi dan muamalah adalah sah, sehingga ada dalil yang membatalkan dan yang
mengharamkannya.
Selain yang dilarang, semua kegiatan yang
dilakukan dalam memfungsikan harta pada prinsipnya dibolehkan, baik dalam
rangka pemenuhan kebutuhan individual maupun dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Kaidah pokok ini didasarkan kepada sabda Nabi
Muhammad SAW yang menyatakan:
أَنْتُم اَعْلَمُ بِاُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ
Artinya : kamu lebih mengetahui mengenai
urusan duniamu. (HR. Ahmad).[5]
D.
Pembagian harta
Menurut fuqaha, harta dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri dari
beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri.
Pembagian jenis harta ini antara lain :
1.
Mal Mutaqawwim dan ghair mutaqawwim
a.
Harta mutaqawwin ialah :
Artinya : sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’
Harta yang termasuk mutaqawwim ialah semua harta yang baik, dalam jenisnya
maupun cara memperoleh dan penggunaanya. Misalnya : kerbau halal dimakan oleh
umat islam. Tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut syara’.
Misalnya karena menyebut nama selain Allah dalam penyembelihannya. Maka daging
kerbau tidak dapat dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut
syara’.
b.
Harta Ghair mutaqawwim ialah :
Artinya : sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara’.
Harta yang ghai mutaqawwim ialah kebalikan dari harta mutaqawwim yakni yang
tidak boleh diambil manfaatnya. Baik dari jenis nya, cara memperolehnya maupun
cara penggunaannya. Misalnya babi, karena haram dalam jenis nya. Sepatu yang
diperoleh dengan cara mencuri juga termasuk Ghair mutaqawwim. Uang yang
disumbangkan untuk mendanai terorisme, termasuk Ghair mutaqawwim karena
penggunaan harta itu.[6]
2.
Mal Misli dan Mal Qimi
a.
Harta misli ialah :
Artinya : benda-benda yang ada persamaannya dalam kesatuan-kesatuannya.
Dalam arti dapat berdiri sebagiannya ditempat yang lain tanpa ada perbedaan
yang perlu dinilai.
b.
Harta Qimi ialah :
Artinya : benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya karena tidak
dapat berdiri sebagian ditempat, sebagian lainnya tanpa ada perbedaan.
Dengan kata lain harta misli adalah harta yang jenis nya diperoleh dipasar,
sedangkan qimi adalah harta yang jenisnya sulit didapat dipasar. Harta qimi dan
misli bersifat relatif dan kondisional artinya bisa saja di suatu tempat atau
negara mengebutnya barang itu qimi dan dinegara lain menyebutnya sebagai misli.
3.
Harta istihlak dan harta isti’mal
a.
Harta istihlak ialah : sesuatu yang tidak
dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa. Kecuali dengan
menghabiskannya.
Harta istihlak dibagi menjadi 2 yaitu : istihlak haqiqi dan istihlak
huquqi. Harta istihlak haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara
jelas zat nya habis dalam sekali penggunaannya. Misalnya bensin, korek api.
Sedangka istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila
digunakan, tetapi zat nya masih ada. Misal nya batu batre (yang tidak dapat di
charge). Uang untuk bayar utang. Dipandang habis meskipun uang tersebut masih
utuh, hanya pindah kepemilikan.
b.
Harta isti’mal ialah : sesuatu yang dapat
digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara. Misal nya sepatu,
pakaian,dll.
Perbedaan dari 2 harta ini ialah harta
istihlak habis dalam sekali pemakaian, sedangkan harta isti’mal tidak habis
dalam satu kali pemakaian dan bersifat jangka panjang (lama).
4.
Harta manqul dan harta Ghair manqul
a.
Harta manqul ialah segala harta yang dapat
dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya : kendaraan,
sepeda, emas.
b.
Harta Ghair manqul ialah sesuatu yang tidak
bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain. Misalnya :
rumah, pabrik, tanah, sawah, dll.
Dalam hukum perdata, harta manqul dan harta
ghair manqul digunakan dengan istilah benda bergerak dan benda tetap.
5.
Harta ‘ain dan harta Dayn
a.
Harta ‘ain ialah harta yang berbentuk benda.
Misalnya mobil, rumah, dll. Harta ‘ain dibagi menjadi 2 yaitu harta ‘ain dzati
qimah dan harta ‘ain ghair dzati qimah.
Harta ‘ain dzati qimah adalah benda yang memiliki bentuk yang dipandang
sebagai harta karena memiliki nilai.
Harta ‘ain ghair dzati qimah adalah benda yang tidak dapat dipandang
sebagai harta karena tidak memiliki harga. Misalnya sebiji beras.
b.
Harta Dayn ialah sesuatu yang berada dalam
tanggung jawab. Seperti uang yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
6.
Mal al-‘ain dan mal al-naf’i (manfaat)
a.
Harta aini ialah benda yang memilki nilai dan
berbentuk, misalnya rumah, ternah, dll.
b.
Harta naf’i ialah a’radl yang berangsur-angsur
tumbuh menurut perkembangan masa. Misalnya pohon
7.
Harta mamluk, mubah dan mahjur
a.
Harta mamluk ialah sesuatu yang milik
seseorang maupun badan hukum seperti yayasan dan pemerintah. Harta mamluk dibagi menjadi 2 yaitu harta
perorangan dan harta perkongsian.
Harta peroranan (mustaqil) berpautan dengan hak bukan pemilik. Misalnya
memakai rumah kontrakan.
Harta perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak
yang bukan pemiliknya. Misalnya dua orang yang berkongsi membuat sebuah pabrik
rengginang, pabrik tersebut dimiliki dengan cara menyewa selama 1 tahun.
Kemudian hasil penjualan dibagi secara merata antara 2 orang yang berkongsi.
b.
Harta mubah ialah sesuatu yang asalnya bukan
milik seseorang. Misalnya binatang buruan, ikan yang didapat dengan cara
memancing.
Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya,
orang yang mengambilnya akan menjadi pemiliknya.
c.
Harta mahjur ialah : sesuatu yang tidak
dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at,
adakalanya benda itu berupa wakaf ataupun benda yang di khususkan untuk
masyarakat umum. Misalnya jalan raya, masjid, dll.
8.
Harta yang dapat dibagi dan harta yang tidak
dapat dibagi
a.
Harta yang dapat dibagi ialah harta yang tidak
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi. Misalnya
beras, air, tepung, dll.
b.
Harta yang tidak dapat dibagi ialah harta yang
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi.
Misalnya mobil, motor, kursi.
9.
Harta pokok dan harta hasil
a.
Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya
terjadi harta yang lain.
b.
Harta hasil ialah harta yang terjadi dari
harta yang lain.
Harta pokok dapat disebut juga sebagai modal
misalnya, uang, emas. Sedangkan contoh harta pokok dan harta hasil ialah
binatang yang beranak. Maka binatang itu disebut sebagai harta pokok, sedangkan
anak nya disebut sebagai harta hasil.
10.
Harta khas dan harta ‘am
a.
Harta khas ialah harta pribadi, tidak
bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa izin
pemiliknya. Misalnya rumah.
b.
Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama)
yang boleh diambil manfaatnya. Misalnya jalan raya.[7]
E. Fungsi harta
Harta dipelihara manusia karena
manusia membutuhkan manfaat harta tersebut. Fungsi harta amat banyak, baik
kegunaan dalam hal yang baik maupun kegunaan dalam hal yang jelek. Diantara
sekian banyak fungsi harta antara lain :[8]
1. Berfungsi untuk menyempurnakan
pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah diperlukan alat-alat
seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksaan salat, bekal untuk pelaksaa
ibadah haji, berzakat, shadaqah, dll.
2. Untuk meningkatkan keimanan kepada
Allah SWT, sebab kefakiran cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran sehingga
pemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
3. Untuk meneruskan kehidupan dari satu
periode ke periode berikutnya, firman allah dalam surat An-Nisa ayat 9 :
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
Artinya
: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
4. Untuk menyelaraskan antara kehidupan
dunia dan akhirat. Nabi bersabda yang artinya : bukanlah orang yang baik
meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat. Dan yag meninggalkan masalah
akhirat untuk urusan dunia, sehingga seimbang antara keduanya. Karena masalah
dunia adalah menyampaikan manusia kepada masalah akhirat. (HR. Bukhari)
5. Untuk mengembangkan dan menegaskan
ilmu-ilmu, akrena menuntut ilmu tanpa modal akan terasa sulit. Misalnya
seseorang tidak bisa kuliah bila tidak memiliki biaya
6. Untuk memutarkan peranan-peranan
kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan orang miskin
yang saling membutuhkan sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan
berkecukupan.
7. Untuk menumbuhkan silaturrahim,
karena adanya perbedaa dan keperluan. Misalnya dalam jual beli akan menumbulkan
interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi kebutuhan.
Oleh karena itu perputaran harta dianjurkan Allah dalam Al-Qur’an surat
Al-Hasyr ayat 7 :
Artinya
: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang
Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan
apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
BAB III
A. Kesimpulan
Pada
penghujung uraian kiranya kita perlu memberikan kesimpulan bahwa Al-Qur’an
sangat mengakui dan menghormati keberadaan dan urgensi harta bagi kehidupan
manusia. Al-Qur’an mengisyaratkan keharusan etos kerja positif, agar manusia
dapat menggali semua potensi kekayaan yang telah disediakan Allah dan dapat
mengolah serta mengembangkannya sehingga menjadi harta yang berguna untuk
memenuhi keperluan hidup, baik yang bersifat individual maupun social.
Al-Qur’an juga menggariskan bahwa pencarian dan pemanfaatan harta itu tidak
pernah lepas dari nilai-nilai moral yang telah ditetapkan oleh Allah dan
Rasulnya. Akhirnya, harta yang dianugerahkan kepada manusia itu tidak hanya
sekedar untuk dapat bertahan hidup, melainkan terfokus pada tujuan untuk
beribadah kepada pemilik mutlak, yaitu ALLAH SWT.
B. Penutup
Demikian
makalah yang kami buat semoga dapat menjadi bahan pembelajaran serta acuan
untuk makalah selanjutnya. Kami sepenuhnya menyadari kekurangan dari makalah
kami, dengan penuh kerendahan hati, kami meminta saran dan kritik yang bersifat membangun guna
memperbaiki makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nata,
Abudin. Kajian Tematik Al-Qur’an tentang kemasyarakatan. Bandung :
Angkasa. 2008.
Mujibatun,
Siti. Pengantar Fiqh Muamalah. Semarang : eLSa. 2012.
Suhendi,
Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta : Rajawali. 2010.
[1]
Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta :
Rajawali. 2010. hlm. 9-10
[2]
Ibid hal 10-11
[3]
Ibid hlm. 11-12
[4]
Siti Mujibatun. Pengantar Fiqh Muamalah.
Semarang : eLSa. 2012. Hlm. 34
[5]
Ibid hlm. 35-36
[6] Ibid Hlm. 36-38
[7]
Ibid hlm. 38-55
[8]
Abudin Nata,. Kajian Tematik Al-Qur’an tentang
kemasyarakatan. Bandung : Angkasa. 2008. Hlm. 227-231