WHAT'S NEW?
Loading...

MAKALAH EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL




EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Politik Global
Dosen Pembimbing : Drs. Rokhmadi, M.Ag.



Disusun Oleh : 
 Hafidz Cahya Adiputra                      122211002


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014



BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Bab ini membahas hubungan antara politik dan ekonimi, antara negara dan pasar dalam masalah-masalah dunia. Pada akhirnya, EPI berbicara tentang kekayaan dan kemiskinan, tentang siapa yang mendapat apa dalam sistem politik dan ekonomi internasional. Teori-teori yang penting dalam bidang ini adalah merkantilisme, liberalisme ekonomi, dan neo-marxisme. Kami menghadirkan masing-masing dari teori ini sedikit rinci dan kemudian bergerak ke perdebatan yang paling penting di antara mereka. Teori-teori tersebut hirau dengan : hubungan yang tepat antara politik dan ekonomi, pembangunan dan keterbelakangan di Dunia ketiga dan sifat dan luasnya globalisasi ekonomi. Kami menekankan bahwa terdapat perhatian yang semakin berkembang mengenai isu kekayaan dan kemiskinan di banyak negara. Dengan alasan ini, riset pembelajaran EPI semakin penting.

  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah ekonomi politik Internasional itu?
2.      Apa yang dimaksud dengan Teori Merkantilisme?
3.      Apa yang dimaksud dengan Teori Liberalisme Ekonomi?
4.      Apa yang dimaksud dengan Teori Marxisme?
5.      Bagaimana kombinasi Teori-teori klasik menurut para ahli?









BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Ekonomi Politik Internasional
Dalam beberapa hal penting, kehidupan kita adalah tentang ekonomi politik, untuk bertahan hidup, kita perlu makan. Sebagian besar dari kita mendapatkan kebutuhan yang diperlukan dari pasar, membayarnya dengan uang yang kita peroleh. Kita tidak dapat membeli apapun tanpa uang, untuk mendapatkan barang-barang kita perlu sejumlah kekayaan sebagai kebalikan dari kemiskinan. Pasar modern didasarkan pada aturan-aturan politik (jika tidak, pasar tersebut akan menjadi “pasar gelap” yang berdasarkan pada ancaman, penyuapan, dan kekuatan). Regulasi dan autran politik menyatakan kerangka kerja yang dengannya pasar berfungsi. Pada saat bersamaan, kekuatan ekonomi merupakan basis bagi kekuatan politik. Jika ekonomi adalah tentang pencapaian kekayaan dan politik adalah tentang pencapaian kekuatan, keduanya berinteraksi dalam cara yang rumit dan memusingkan (Gilpin 1987). Hal ini merupakan hubungan yang kompleks dalam konteks internasional antara politik dan ekonomi, antara negara dan pasar, yang merupakan inti dari EPI.[1]
Bagi mereka para akademisi serta politisi yang pandangan internasionalnya dibentuk oleh pengalaman dua perang dunia, ini merupakan fokus pilihan alamiah, presiden prancis (dan Jendral) Charles de Gaulle, misalnya, menganggap permasalahan ekonomi sebagai “quarter masters stuff”, yaitu politik tingkat rendah yang dapat dilihat melalui pemikiran sekedarnya. Sementara pada negarawan seperti dirinta memperhatikan olitik tingkat tinggi” yang hirau dengan isu-isu besar seperti perang dan perdamaian.

Alasan atas sikap tersebut adalah :

1. Sistem yang dibangun para politisi untuk meningkatkan pertumubhan ekonomi dan pertukaran internasional setelah perang dunia kedia, yang disebut sistem “Bretton Woods. Menunjukkan tanda-tanda krisis. Khususnya, Amerika Serikat berada dalam kesulitan ekonomi yang timbul lantaran keterlibatannya dalam perang Vietnam (1961-1973). Untuk mencegah mengalirnya cadangan emas amerika serikat, konvertibilitas emas dolar amerika serikat harus dibatalkan. Tindakan tersebut diputuskan oleh presiden Amerika Richard Nixon. Dengan kata lain, tindakan politik yang diambil mengubah aturan main bagi pasar ekonomi. Krisis minyak dari 1973 menyebabkan perasaan hilang kekebalan. Dalam saat krisis ekonomi, akan menjadi semakin jelas bahwa politik dan ekonomi saling berkaitan.

2. Dekolonisasi telah menciptakan suatu kelompok negara baru secara yang secara politik lemah dan secara ekonomi miskin dalam sistem internasional. Sebagian besar negara yang baru merdeka jauh dari memuaskan dengan posisi subordinatnya dalam sistem ekonomi internasional. Di PBB sepanjang 1970 mereka menuntut “tata Ekonomi Internasional baru”, yaitu usulan politis yang bertujuan untuk meningkatkan posisi ekonomi negara-negara Dunia ketiga dalam sistem internasional. Merkipun jauh kurang penting dibanding krisis nilai tukar asing Bretton Woods, ususaln-usulan ini memunculkan betapa posisi ekonomi negara-negara dalam tatanan internasional dangat erat kaitannya dengan tindakan-tindakan politik.

3. Akhir perang dingin juga menekankan hubungan antara ekonomi dan politik. Setelah tahun 1989 Eropa timur dan bekas Uni Soviet mulai berintegrasi dalam sistem internasional yang diciptakan oleh barat. Mereka menginginkan baik integrasi politik, seperti keanggotaan dalam organisasi-organisasi barat, maupun integrasi Ekonomi, yang berarti independensi ekonomi yang semakin intensif dengan perekonomian maju Eropa Barat, Amerika Utara dan jepang.
Ringkasnya, ada hubungan yang kompleks antara politik dan ekonomi, antara negara dan pasar, yang harus dapat dikuasai HI (Hubungan Internasional). Hubungan tersebut merupakan subjek EPI. Agar terus berjalan, perlu ditunjukkan cara-cara pendekatan teoritis yang berbdea tentang mendekati hubungan antara politik dan ekonomi. Ada 3 teori yang sebagian besar penstudi melihatnya sebagai teori utama EPI yaitu, merkantilisme, liberalisme ekonomi, dan Marxisme. Ini semua adalah teori dalam hal yang luas seperangkat asumsi dan nilai yang dari sana bidang studi EPI dapat didekati. Seperti yang akan terlihat, pandangan merkantilisme memiliki banyak persamaan dengan realisme, sementara liberalisme ekonomi adalah suatu tambahan pada teori liberal. Dua teori ini mewakili pandangan pada EPI yang pada dasarnya merupakan realis dan liberalis. Marxisme memiliki posisi teoritisnya sendiri.[2]

  1. Teori Merkantilisme
Merkantilisme adalah pandangan dunia tentang elit-elit politik yang berada pada garis depan pembangunan negara modern. Mereka mengambil pandangan bahwa aktifitas ekonomi adalah dan seharusnya tunduk pada tujuan utama dalam membangun negara yang kuat. Dengan kata lain, ekonomi adalah alat politik, suatu dasar bagi kekuatan politik. Itulah bentuk pertama pemikiran merkantilisme.
Merkantilisme melihat perekonomian internasional sebagai  arena konflik antara kepentingan nasional yang bertentangan, daripada sebagai wilayah kerja sama dan saling menguntungkan. Singkatnya, persaingan ekonomi antar negara adalah permainan zero-sum dimana keuntungan suatu negara merupakan kerugian bagi negara lain. Dan negara-negara harus khawatir mengenai keuntungan ekonomi relatif, sebab kekayaan material yang dikumpulkan oleh suatu negara dapat menjadi basis bagi kekuatan politik-militer yang dapar digunakan melawan negara lain.

Persaingan ekonomi antarnegara dapat mengambil 2 bentuk yang berbeda.
  1. merkantilisme bertahan atau “ramah” (benign mercantilism), yaitu negara memelihara kepentingan ekonomi nasionalnya sebab hal tersebut merupakan unsur penting dalam keamanan nasionalnya. Kebijakan seperti itu tidak memiliki dampak negatif pada negara lain.
  2. merkantilisme agresif atau “jahat”, yaitu negara-negara berupaya mengekspoitasi perekonomian internasional melalui kebijakan ekspansi, sebagai contoh, imperialisme kekuatan kolonial bangsa eropa di asia dan afrika.

Merkantilisme dengan demikian melihat kekuatan ekonomi dan kekuatan politik militer sebagai tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bersaing dalam lingkaran arus balik positif. Pencapaian kekuatan ekonomi mendukung perkembangan kekuatan politik dan militer negara, dan kekuatan politik-militer dapat meningkatkan dan memperkuat ekonomi negara.
Kaum merkantilisme menyatakan bahwa perekonomian seharusnya tunduk pada tujuan utama peningkatan kekuatan negara, politik harus diutamakan daripada ekonomi. Tetapi isi dari kebijakan-kebijakan spesifik yang direkomendasikan untuk menjalankan tujuan tersebut telah berubah sepanjang waktu.
Merkantilisme didukung oleh beberapa politisi dan ekonom terkemuka . alexander Hamilton, salah seorang bapak pendiri amerika serikat, adalah pendukung kuat merkantilisme dalam bentuk kebijakan-kebijakan proteksionis yang dimaksudkan untuk  memajukan industri domestik di amerika serikat. Tokong pendukung merkantilisme lainnya adalah Friedrich List, seorang ekonom jerman. Di 1840 ia mengembangkan teori “kekuatan produkksi” yang menekankan bahwa kemampuan menghasilkan lebih penting dari hasil produksi. Dengan kata lain, kesejahteraan suatu negara tidak semata-mata tergantung pada banyaknya kekayaan, tetapi pada tingkatan negara tersebut mengembangkan “kekuatan produksinya” . “suatu bangsa mampu mengembangkan kekuatan manufaktur, jika bangsa tersebut menggunakan sistem proteksi, kemudian bertindak cukup dalam semangat yang sama seperti yang dilakukan pemilik tanah yang dengan pengorbanan sebagian kekayaan material memungkinkan sebagian anaknya mempelajari perdagangan produksi” (List 1966  : 145). Pemikiran para merkantilis saat ini berfokus pada keberhasilan negara-negara “berkembang’ di asia timur seperti jepang, korea selatan, dan taiwan. Mereka menekankan bahwa keberhasilan ekonomi selalu disertai peran kekuasaan yang kuat, bagi negara dalam memajukan pembangunan ekonomi.
Ringkasnya, merkantilisme menganggap perekonomian tunduk pada komunitas politik dan khususnya pemerintah. Aktivitas ekonomi dilihat dalam konteks yang lebih besar atas peningkatan kekuatan negara. Organisasi yang bertanggung jawab dalam mempertahankan dan memajukan kepentingan nasional, yang disebut negara, memerintah di atas kepentingan ekonomi swasta. Kekayaan dan kekuasaan adalah tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bertentangan. Ketergantungan ekonomi pada negara-negara lain seharusnya dihindari sejauh mungkin. Ketika kepentingan ekonomi dan keamanan pecah, kepentingan keamanan mendapat prioritas.[3]

  1. Teori Liberalisme Ekonomi
Liberalisme ekonomi muncul sebagai kritik terhadap kontrol politik dan pengaturan permasalahan ekonomi yang menyeluruh yang mendominasi pembentukan negara Eropa di abad ke 16 dan 17, yakni merkantilisme. Kaum ekonomi liberal menolak teori dan kebijakan yang men-subordinatkan ekonomi pada politik. Adam Smith (1723-1790), bapak liberalisme ekonomi, yakni bahwa pasar cenderung meluas secara spontan demi kepuasan kebutuhan manusia. Menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur. Adam Smith menggambarkan kerangka pemikiran liberal yang mencakup aktor individu yang rasional, percaya terhadap kemajuan dan asumsi keuntungan timbal balik. Tetapi Smith juga menambahkan beberapa elemennya sendiri pada pemikiran liberal, mencakup pemikiran penting bahwa ekonomi pasar adalah sumber utama kemajuan, kerjasama dan kesejahteraan. Campur tangan politik dan peraturan negara, sebaliknya tidak ekonomis, kemunduran dan dapat menyebabkan konflik.
Ekonomi liberal disebut juga doktrin dan serangkaian prinsip dalam mengorganisasi dan mengatur pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu. Ekonomi liberal didasarkan pada pemikiran bahwa jika dibiarkan sendiri perekonomian pasar akan berjalan secara spontan menurut mekanisme atau hukum nya sendiri. Hukum ini dipandang melekat dalam proses produksi ekonomi dan perdagangan. Salah satu contoh adalah hukum keunggulan komparatif yang dikembangkan oleh David Ricardo (1772-1832). Ricardo berpendapat bahwa perdagangan bebas yaitu aktifitas komersial yang dijalankan secara bebas dari perbatasan nasional akan membawa keuntungan bagi semua partisipan. Sebab perdagangan bebas menjadikan terjadinya spesialisasi dan spesialisasi meningkatkan efisiensi dan dengan demikian, meningkatkan produktifitas.
Kemudian, kaum ekonomi liberal menolak pandangan kaum merkantilis bahwa negara adalah aktor dan fokus sentral ketika menghadapi masalah ekonomi. Aktor sentral adalah individu sebagai konsumen dan sebagai produsen. Pasar adalah arena terbuka tempat pada individu bersama-sama menukarkan barang dan jasa. Individu bersifat rasional, dan ketika mereka memakai rasionalitas tersebut di pasar, semua partisipan untung. Pertukaran ekonomi dipasar kemudian bersifat “positive sum game”. Setiap orang mendapatkan keuntungan lebih dari yang mereka tanamkan. Para individu dan perusahaan tidak akan aktif dipasar kecuali pasar tersebut menguntungkan mereka, jalan menuju kesejahteraan manusia. Kemudian, melalui perluasan yang bebas atas perekonomian pasar bebas, kapitaslisme bukan hanya dalam masing-masing negara tetapi juga lintas batas internasional. Kaum liberal selanjutnya menolak pandangan “zero sum” kaum merkantilis, suatu pandangan bahwa keuntungan ekonomi suatu negara sebenarnya merupakan kerugian ekonomi negara lain.[4]

  1.  Teori Marxisme
Ekonom dan filsuf ekonomi politik jerman abad ke 20 dalam banyak hal mewakili kritik mendasar liberalisme ekonomi. Kaum ekonomi liberal memandang perekonomian sebagai “polisitve sum game” dengan keuntungan bagi semua. Marx menolak pandangan tersebut. Ia melihat perekonomian sebagai tempat eksploitasi manusia dan perbedaan kelas. Dengan demikian, marx mengambil pendapat zero sum dari merkantilisme dan memakainya pada hubungan kelas selain hubungan negara. Kaum marxis sepakat dengan kaum merkantilis bahwa politik dan ekonomi sangat berkaitan. Keduanya menolak pandangan kaum liberal tentang bidang ekonomi yang berjalan dengan hukumnya sendiri. Tetapi, sementara kaum merkantilis melihat ekonomi sebagai alat politik, kaum marxis menempatkan ekonomi yang pertama dan politik yang kedua. Bagi kaum marxis, perekonomian kapitalis didasarkan pada dua kelas sosial yang bertentangan.
Pandangan kaum marxis tersebut disebut materialisme. Hal ini didasarkan pada pernyataan bahwa aktifitas inti dalam masyarakat manapun hiaru dengan cara-cara bagaimana manusia menghasilkan alat-alat eksistensinya. Produksi ekonomi adalah dasar bagi semua aktifitas manusia lainnya, termasuk politik. Dasar ekonomi terdiri dari kekuatan-kekuatan produksi, yaitu tingkatan teknis aktifitas ekonomi. Contohnya mesin-mesin industri vs kerajinan tengan pengrajin. Disisi lain, terdiri dari hubungan produksi,  yaitu sistem kepemilikan sosial yang menentukan kendali sebenarnya kekuatan produksi. Contohnya kepemilikan swasta dan kolektif. Bila digabungkan, kekuatan produksi dan hubungan produksi membentuk suatu mode produksi tertentu, sebagai contoh kapitalisme yang didasarkan pada mesin industri dan kepemilikan swasta.
Dari hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kerangka kerja kaum Marxis bagi studi EPI adalah :
  1. negara tidak otonom, mereka digerakkan oleh kepentingan kelas yang berkuasa dan negara kapitalis terutama digerakkan oleh kepentingan kaum borjuisnya (buruh).hal tersebut berarti bahwa perjuangan antar negara termasuk peperangan seharusnya dilihat dalam konteks persaingan ekonomi di antar kelas kapitalis negara yang berbeda. Bagi kaum marxis, konflik kelas lebih mendasar dibanding konflik antar negara.
  2. kapitalisme bersifat ekspantif, selalu mencari pasar baru dan lebih menguntungkan. Disebabkan kelas-kelas lintas batas negara konflik tidak terbatas pada negara-negara. Serta dapat meluas ke seluruh dunia dalam gelombang kapitalisme.

Lebih ringkasnya, perekonomian menurut kaum marxis adalah tempat eksplotasi dan perbedaan antar kelas sosial. politik sebagian besar ditentukan oleh konteks sosial ekonomi. Kelas ekonomi yang dominan, juga dominan secara politik. Hal itu berarti bahwa dalam perekonomian kapitalis kaum borjuis akan menjadi kelas berkuasa. Pembangunan kapitalis global bersifat tidak seimbang bahkan menghasilkan krisis dan kontradiksi, baik antar negara maupun antar kelas sosial.[5]

  1. Kombinasi teori-teori klasik
Dalam membangun teori-teori EPI yang lebih baik, ada beberapa upaya belakangan ini yang mengkombinasikan pendekatan-pendekatan klasik ini dengan cara-cara yang baru. Ada 2 pendapat oleh Robert Gilpin dan Susan Strange.
Gilpin memakai tiga perspektif tetapi penekanan utamanya ditempatkan pada kaum merkantilis. Pandangan ini kemudian dikombinasikan dengan pemikiran ekonomi liberal tentang pasar sebagai wilayah otonom masyarakat. Dengan kemungkinan bagi independensi dan pertukaran ekonomi yang saling menguntungkan bagi kelompok yang terlibat. Elemen marxis juga ditunjukkan yaitu pemikiran tentang pembangunan tidak seimbang. Pendekatan Gilpin pada dasarnya merkantilis juga sesuai untuk mempelajari kerangka politik yang mengitari aktifitas ekonomi. Pendekatan ini mencerminkan premis dasarnya bahwa negara dan kekuatan politik-militernya lebih penting dalam EPI daripada bentuk-bentuk kekuatan lainnya. Termasuk kekuatan ekonomi. Gilpin menjadikan pernyataan kaum merkantilis tentang perekonomian internasional yang liberal hanya dapat berfungsi ketika didukung oleh kekuatan politik yang memimpin, disebut hegemon.
Berbeda dengan Susan Strange, ia menolak cara-cara tersebut yang memberikan prioritas bagi negara dan bentuk kekuatan politik-militer. Ia memberikan nilai yang seimbang bagi keduanya. Tujuannya adalah untuk menganalisis 4 dimensi kekuatan struktural yang berkaitan yaitu kekuatan membentuk dan menentukan kerangka kerja politik ekonomi tersebut yang terdiri dari negara, persahaan, dan individu harus berfungsi. Empat tipe kekuatan struktural tersebut adalah keamanan, produksi, pengetahuan dan keuangan. Masing-masing struktur ini mempengaruhi yang lain, tetapi tak satu pun yang mendominasi.
Pendekatan gilpin dan strange menunjukkan bagaimana teoretisi EPI biasa memakai salah satu dari dua strategi yang potensial dalam riset nya.[6]





BAB III
KESIMPULAN

Isu-isu kekayaan dan kemiskinan yang diangkat oleh EPI merupakan substansi yang semakin penting dalam politik dunia. Fokus tradisional HI (Hubungan Internasional) adalah tentang perang dan damai, tetapi bahaya perang antarnegara, khususnya perang negara-negara berkekuatan besar, nampak nya mengalami penurunan karena beberapa alasan. Konflik kekerasan saat ini terjadi khususnya di dalam negara-negara lemah. Dan kekerasan tersebut terkait dengan masalah pembangunan dan keterbelakangan yaitu salah satu isu dalam EPI.
EPI merupakan substansi yang semakin penting serta menegaskan isu negara berdaulat. Perekonomian secara krusial merupakan sumber daya penting dasar bagi negara dan bangsa. Ketika perekonomian nasional terintegrasi ke dalam perekonomian global dalam arah globalisasi ekonomi, dasar kenegaraan modern mungkin diharapkan berubah dengan cara yang signifikan.





DAFTAR PUSTAKA

Jackson Robert,dkk. Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009.



                                                                                CATATAN KAKI :

[1] Jackson Robert,dkk. Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009. Hlm 231-238
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid


1 komentar: Leave Your Comments

  1. Tiket Pesawat Murah Online, dapatkan segera di SELL TIKET Klik disini:
    selltiket.com
    Booking di SELLTIKET.COM aja!!!
    CEPAT,….TEPAT,….DAN HARGA TERJANGKAU!!!

    Ingin usaha menjadi agen tiket pesawat??
    Yang memiliki potensi penghasilan tanpa batas.
    Bergabung segera di agen.selltiket.com

    INFO LEBIH LANJUT HUBUNGI :
    No handphone : 085365566333
    PIN : 5A298D36

    Segera Mendaftar Sebelum Terlambat. !!!

    BalasHapus