KAIDAH DASAR BAHASA INDONESIA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata
kuliah : Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Yuli Nur Khasanah
Disusun
Oleh :
FAKULTAS
SYARI’AH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam pemahaman umum, bahasa Indonesia sudah diketahui
sebagai alat berkomunikasi. Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih
variasi bahasa yang akan digunakannya. Berbagai faktor turut menentukan
pemilihan tersebut, seperti penulis, pembaca, pokok pembicaraan, dan sarana.
Dalam berbahasa Indonesia, tingkat kesadaran dan
kepatuhan akan kaidah-kaidah kebahasaan secara jelas tergambarkan melalui
perilaku berbahasa kita, baik ketika kita menggunakan bahasa Indonesia dalam
bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Tata bahasa baku bahasa Indonesia
pada dasarnya merupakan rambu-rambu yang harus disadari dan sekaligus dipatuhi
oleh para pemakai bahasa Indonesia agar perilaku berbahasa mereka tetap
memperlihatkan ciri kerapian dan kecermatan. Kerapian dan kecermatan berbahasa
ini hanya mungkin apabila bahasa Indonesia itu sendiri sebagai alat komunikasi
memang telah siap untuk digunakan secara rapi dan cermat.
Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh bahasa
Indonesia agar bahasa persatuan dan bahasa negara milik bangsa Indonesia itu
tetap mantap dapat digunakan sebagai alat komunikasi yang efektif dan efisien.
Pertama, kaidah-kaidah kebahasaannya harus mantap. Kedua, perbendaharaan kata
dan peristilahannya harus kaya dan lengkap. Apabila kedua macam persyaratan itu
terpenuhi, bahasa Indonesia telah siap untuk digunakan secara rapi dan cermat
untuk berbagai keperluan komunikasi, termasuk dalam konteks upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Kaidah Dasar Bahasa Indonesia?
2. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia mengenai kata yang penting disebutkan atau ditulis lebih dahulu, sesudah itu baru keterangannya.
3. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia Tidak mengenal perubahan bentuk kata benda sebagai akibat penjamanakan.
4. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia Tidak mengenal tingkatan dalam pemakaian.
1. Apa Pengertian Kaidah Dasar Bahasa Indonesia?
2. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia mengenai kata yang penting disebutkan atau ditulis lebih dahulu, sesudah itu baru keterangannya.
3. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia Tidak mengenal perubahan bentuk kata benda sebagai akibat penjamanakan.
4. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia Tidak mengenal tingkatan dalam pemakaian.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kaidah Dasar Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia mempunyai beberapa kaidah dasar yang memberi ciri khas bahasa
Indonesia. Kaidah-kaidah dasar tersebut antara lain berkaitan dengan hukum
Diterangkan – Menerangkan (DM), perubahan kata benda akibat proses penjamakan,
dan tingkatan pemakaian bahasa. Hukum DM memberdakan bahasa Indonesia dengan
bahasa Inggris. Frase “anak pandai” dalam bahasa Indonesia akan diungkapkan
dengan clever boy dalam bahasa Inggris, bukan boy clever.
Perubahan
akibat proses penjamakan lazim ditemui dalam penggunaan bahasa Arab. Bahasa
Arab mengenal proses morfologis yang disebut sharf. Sharf merupakan
pedoman untuk membentuk kata dengan mengacu kepada perubahan-perubahan kata
yang terjadi akibat perubahan jumlah pelaku. Proses penjamakan dalam bahasa
Arab dilakukan dengan mengubah bentuk kata. Kata alim (orang pandai
satu) berubah menjadi ulama (orang pandai banyak). Kata kitab (buku
satu) menjadi kutub (buku banyak). Kata muslim (satu orang Islam)
menjadi muslimin (orang Islam banyak).
Tingkatan
pemakaian bahasa lazim ditemukan dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa adalah bahasa
yang sangar memperhatikan tingkat pemakaian bahasa berdasarkan perbedaan status
sosial. bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang tua atau pejabat
berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk menyebut anak kecil atau orang
kecil.
Contoh :
- Bapak ngendika opo?
- Le, matura marang Bapak!
- Kula pun disanjangi Mas Hafidz bilih mangke wonten pertemuan.
Kata-kata ngendika,
matur, dan sanjang memiliki arti yang sama, yaitu berbicara atau
memberitahu.
Bahasa
Indonesia adalah bahasa yang egaliter, praktis dan simpel. Bahasa Indonesia
tidak mengenal pemakaian bahasa berdasarkan tingkatan status sosial dan
perubahan kata benda berdasarkan jumlah benda. Bahasa Indonesia menekankan
efisiensi kata dalam kalimat.[1]
2.
Kaidah Dasar
Bahasa Indonesia mengenai kata yang penting disebutkan atau ditulis lebih
dahulu, sesudah itu baru keterangannya
Kata yang diterangkan berada di depan kata yang menerangkan. Dengan istilah
lain, bahasa Indoensia mengikuti hukum DM (Diterangkan-Menerangkan).
Berdasarkan hukum tersebut, susunan Borobudur Hotel, mini bus, ini hari, ini
kali, ganteng aku dan sejenisnya, bukan susunan yang benar. Susunan kata
seperti itu, mendahulukan sesuatu yang menerangkan daripada yang diterangkan,
adalah susunan bahasa Indo-Jerman. Dalam susunan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar, susunan seperti itu harus ditinggalkan. Dengan demikian kata-kata
diatas harus kita ubah menjadi Hotel Borobudur, bus mini, hari ini, kali ini,
aku ganteng. Meskipun demikian, seperti umumnya, kaidah bahasa tidak bersifat
mutlak, dalam hal inipun susunan Diterangkan-Menerangkan juga mempunyai
kekecualian. Perkecualian hukum tersebut antara lain.
a.
Kata depan, misalnya :
·
Ia tinggal di Surabaya
·
Ibu pergi ke Kantor
·
Kakak datang dari Bogor
b.
Kata bilangan
·
Semua mahasiswa harus mengikuti penataran
·
Ibu membeli dua ekor ayam
·
Beberapa orang dosen mengikuti seminat di Jakarta
- Kata keterangan
·
Saya berangkat tadi malam
·
Adik sedang belajar
·
Anak itu sangat rajin
- Kata kerja bantu
·
Ia pasti datang kalau diundang
·
Saya akan pergi sekarang
·
Ia hendak makan, ambilkanlah!
- kata majemuk yang mempunyai arti kiasan, misalnya :
·
panjang tangan
·
keras hati
·
keras kepala
·
tinggi hati
·
tebal telinga
·
ringan tangan
- Kata majemuk dari bahasa asing
·
Mahaguru
·
Bumiputra
·
Perdana mentari
·
Binamarga
·
Purbakala[2]
3.
Kaidah Dasar
Bahasa Indonesia Tidak mengenal perubahan bentuk kata benda sebagai akibat
penjamanakan.
Untuk menyatakan jamak atau banyak, bahasa Indonesia menggunakan kata
bilangan, baik bilangan tertentu maupun tidak. Kata bilangan tertentu misalnya
: dua, empat, seratus, seribu dan sebagainya, sedangkan bilangan tidak tentu
misalnya : sedikit, sejumlah, sekelompok, beberapa, dan sebagainya.
Dengan demikian, yang ada dalam bahasa Indonesia ialah :
·
Sekelompok mahasiswa
·
Sejumlah peserta
·
Dua ekor kerbau
·
Seratus buah rumah
Dan bukan
·
Sekelompok mahasiswa-mahasiswa
·
Sejumlah peserta-peserta
·
Dua ekor kerbau-kerbau
·
Seratus buah rumah-rumah
Bentuk-bentuk diatas merupakan kerancuan di bidang reduplikasi yang
diakibatkan oleh dua bentuk yang masing-masing mempunyai makna jamak. Satu kata
menganduung arti jamak dan kata yang lain mengandung arti jamak lain pula
akibat proses reduplikasi. Reduplikasi tersebut banyak macamnya, salah satunya
adalah yang mengandung makna “banyak yang tak tentu” (Gorys Keraf 1984 : 121),
yang biasanya merupakan reduplikasi penuh.
Berikut ini beberapa contoh kreancuan yang dimaksud :
Pemikiran frase banyak + bentuk ualng yang menyatakan banyak yang tak
tentu.
- Selama ini banyak hasil-hasil penelitian yang hanya disimpan saja.
- Banyak anak-anak kecil bermain di jalan raya.
kata “banyak” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung makna “
tidak sedikit” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 : 79). Itu berarti
juga jamak (lebih dari satu).
Sedang bantuk rekapitulasi hasil-hasil dan anak-anak mengandung makna
‘jamak yang tak tentu’. Jadi, frase yang bergaris bawah pada kalimat I dan II
tersebut mempunyai makna yang berlebihan atau rancu. Kita dapat mengambil
bentuk yang tepat seperti berikut :
- a. Selama ini banyak hasil penelitian yang hanya dsimpan saja.
b. Selama ini hasil-hasil penelitian hanya disimpan saja.
- a. Banyak anak kecil bermain di jalan raya.
b. Anak-anak kecil bermain di
jalan raya.
Pemakaian frase sejumlah+bentuk ulang yang menyatakan jamak tak tentu.
3.
dengan sebagian
dari anugerah ini, saya bisa membantu sejumlah anak-anak itu.
Dalam KBBI kata “sejumlah” mengandung makna ‘banyaknya’ (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 : 368) yang juga berarti menunjuk makna jamak
atau lebih dari satu, sedang bentuk ulang atau reduplikasi anak-anak juga
mengandung makna jamak yang tak tentu. Jadi, frase sejumlah merupakan
bentuk yang rancu dan berlebihan.
- a. Dengan sebagian dari anugerah ini, saya bisa membantu sejumlah anak.
b. Dengan sewbagian dari anugerah ini, saya bisa membantu anak-anak.
Pemakaian frase beberapa+bentuk ulang yang menyatakan jamak yang tak tentu
- Guru itu mengumpulkan beberapa anak-anak untuk membersihkan kelas.
Kata “beberapa” dalam KBBI bermakna “menyatakan bilangan yang tak tentu
(boleh banyak, boleh sedikit)”. Itu berarti, kata beberapa sudah mengandung
makna jamak. Jadi, bentuk beberapa anak-anak merupakan bentuk yang rancu
dan berlebihan.
Kita dapat memilih bentuk yang benar seperti berikut :
- a. Guru itu mengumpulkan beberapa anak untuk membersihkan kelas.
b. Guru itu mengumpulkan anak-anak untuk membersihkan kelas.
pemakaian frase :semua” + bentuk ualng yang menyatakan jamak yang tak
tentu.
- a. Ia sedang membenahi semua buku-buku yang berjatuhan itu.
b. semua murid-murid diharuskan mengikuti upacara.
Kata semua mengandung makna sekalian, segala, segenap, (Departemen
pendidikan dan Kebudayaan, 1988 : 811) yang berarti mengandung makna jamak.
Jadi, pemakaian frase “semua” + bentuk ulang yang menyatakan jamak adalah
berlebihan dan rancu.
Kita dapat memilih bentuknya yang benar, yaitu :
- a. Ia sedang membenahi semua buku yang berjatuh-an itu.
b. Ia sedang membenahi buku-buku yang berjatuhan itu.
9.
a. Semua murid diharuskan mengikuti upacara.
b. Murid-murid
diharuskan mengikuti upacara.
Pemakaian frase “segala” + bentuk ulang yang menyatakan jamak yang tak
tentu.
10.
segala perbuatan-perbuatan yang
menyimpang harus segera dimusnahkan.
Kata “segala” dalam KBBI bermakna (1) semua, sekalian; (2) seluruh, segenap,
(Departemen Kebudayaan dan pendidikan, 1988 : 793), yang juga mengandung makna
jamak yang tak tentu.
Jadi, frase “segala” + bentuk ulang yang menyatakan jamak merupakan bentuk
yang berlebihan dan sekaligus merupakan bentuk rancu, bentuk yang benar adlah
sebagaimana berikut :
11.
a. Segala perbuatan yang menyimpang harus segera
dimusnahkan.
b. Perbuatan-perbuatan
yang menyimpang harus segera dimusnahkan.
Pemakaian frase “para” + bentuk ulang yang menyatakan jamak yang tak tentu
:
12.
Para guru-guru teladan mendapatk beberapa penghargaan.
Dalam KBBI kata “para : menyatakan arti jamak” (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 : 648), yang berarti juga menyatakan jamak tak tentu. Jadi,
frase para guru-guru merupakan bentuk yang berlebihan dan sekaligus
merupakan bentuk yang rancu.
Bentuk yang benar seperti berikut :
13. a. Para Guru
teadan mendapat beberapa penghargaan.
b. Guru-guru teladan mendapatkan beberapa penghargaan.
Pemakaian frase yang lain juga berlebihan dan rancu adalah seperti contoh berikut
:
Meskipun ONH naik, masih banyak para calon haji yang mendaftar.
15. ...... sudah banyak para ibu yang menyadari pentingnya KB.
Dalam hal itu, kata “banyak” menunjuk makna jamak tak tentu, sedang kata
“para” menunjuk kata jamak tak tentu. Itu berarti bahwa banyak para di sini
merupakan bentuk yang berlebihan. Bentuk yang benar ini ialah :
16. Meskipun NOH naik, masih banyak calon haji yang mendaftar.
17. .... sudah banyak ibu yang menyadari pentingnya KB.
Pemakaian frase daftar para :
18. Daftar para mahasiswa baru dapat dilihat di harian Wawasan
19. Pada halaman berikutnya akan Anda dapatkan daftar para peserta.
Kata “daftar” dalam KBBI mengandung makna catatan sejumlah hal atau nama
orang, barang, dan sebagainya. Yang disusun berderet dari atas ke bawah :
misalnya daftar buku, daftar gaji, daftar nama pegawai (Departemen pendidikan
dan Kebudayaan, 1988 : 179), yang berarti juga menunjukkan makna jamak atau
lebih dari satu.
Kata para seperti telah dijelaskan di muka juga mengandung makna jamak,
jadi bentuk atau frase dalam kata para merupakan bentuk yang berlebihan, sedang
bentuk yang benar adalah :
20. a. Daftar mahasiswa baru dapat dilihat di harian Wawasan.
b. Nama-nama mahasiswa baru dapat
dilihat di harian Wawasan.
21. Pada halaman berikutnya akan anda dapatkan daftar peserta.
22. pada halaman berikutnya akan anda dapatkan nama-nama peserta.
Selain itu, sering juga kita dapatkan susunan seperti : para alimni, kaum
politisi, para medisi, dan sebagainya. Kata-kata alumni, politisi, medisi sudah
menunjukkan pengertian jamak, yaitu dari kata alumnus, politikus, dan medikus,
sehingga menurut aturan bahasa Indonesia yang benar seharusnya cukup dikatakan
: kaum politikus atau politisi, para alumnus atau alumni, dan para medikus atau
medisi.
Susunan seperti di atas dipengaruhi oleh adat susunan bahasa Indo-Jerman.
Pada bahasa tersebut, perubahan kata benda di belakang kata-kata penunjuk jamak
memang merupakan keharusan, karena memang begitulah ketentuan yang berlaku
seperti yang terlihat pada kata-kata :
·
One table
·
A book
·
A girl
·
One day
·
Two tables
·
Many books
·
Many girls
·
Three days
·
Dan sebagainya[3]
4.
Kaidah Dasar
Bahasa Indonesia Tidak mengenal tingkatan dalam pemakaian.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang demokratis karena ia
tidak mengenal tingkatan dalam pemakaian dan tidak mengenal perubahan bentuk
kata kerja sehubungan dengan orang yang melakukan pekerjaan tersebut, berbeda
dengan adat bahasa-bahasa daerah. Dalam bahasa Jawa, ,isalnya, tingkatan bahasa
itu ada. Hal tersebut dipahami benar oleh setiap pemakai bahasa Jawa apabila
ingin bahasanya dikatakan baik dan sopan. Bahasa Jawa mengenal kata-kata sopan
tersebut untuk lawan berbicaranya lebih tua atau lebih tinggi pangkat atau
derajatnya. Sebagai akibat pengaruh bahasa tersebut, banyak pemakai bahasa
Indonesia dari suku Jawa menyelipkan atau memakai kata-kata terhormat dari bahasa Jawa kepada orang yang dianggap
lebih tua atau lebih tinggi keududukannya. Sering kita dengar atau kita baca
kalimat-kalimat sebagai berikut :
a.
Atas kerawuhan Bapak-bapak, saya menghaturkan
terima kasih.
b.
Sebelum kondur, Bapak-bapak diaturi dahar
dahulu.
c.
Krena sedang gerah, Bapak tidak bisa sowan.
d.
Sebelum tindak, silahkan tapak asma dahulu.
Jelaslah bahwa kalimat-kalimat tersebut bukan kalimat bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Kalimat bahasa Indonesia adalah kalimat yang memakai unsur
membangun bahasa Indonesia, baik pilihan kata maupun susunannya.
Agar kalimat-kalimat tersebut benar-benar merupakan kalimat bahasa
Indonesia, sebaiknya diubah menjadi :
- Atas kedatangan Bapak-bapak, saya ucapkan terima kasih.
- Sebelum pulang, Bapak-bapak dipersilahkan makan dahulu.
- Karena sedang sakit, Bapak tidak dapat datang.
- Sebelum pergi, silahkan tanda tangan dahulu.[4]
BAB III
PENUTUP
Dalam
pembelajaran kaidah dasar bahasa Indonesia, dapat mendatangkan aspek
fungsional. Dimana Aspek fungsional adalah bahwa bahasa tidak sekedar alat
untuk berkomunikasi, namun bagaimana tata bahasa yang baik dan benar namun juga
efisien dan efektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Rumaningsih
Endang, Cermat dan Terampil Berbahasa
Indonesia, Semarang : Rasail Media Group, 2012.
0 komentar:
Posting Komentar